Di dunia branding nama Subiakto Priosoedarsono adalah masternya. Banyak merek produk perusahaan besar dan terkenal yang lahir dari kepiawaiannya dalam mengelola branding. Kali ini, giliran Komunitas Frozenfood Indonesia mendapat kesempatan menimba ilmu branding dari ahlinya secara langsung melalui workshop sehari Bisa Bikin Brand di Sentulfresh Indonesia, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu, 19 Maret 2016 kemarin.
Selama ini, branding hanya merupakan domain dari perusahaan-perusahaan besar dengan merek-merek terkenal saja. Namun, kini UKM pun bisa bikin brand secara konseptual yang tidak kalah dengan korporasi.
“Sekarang di era serba digital, membangun brand itu tidak harus mahal, dengan modal google dan youtube kita bisa membangun brand untuk merek kita,” jelas Pak Bi panggilan akrab Subiakto Priosoedarsono di depan 15 frozeners peserta workshop.
Workshop yang digagas oleh Komunitas Frozenfood Indonesia ini bekerja sama dengan Rumah UKM dan Bukan Akademi bertujuan memberikan pencerahan bagi UKM Frozen food pentingnya membangun brand. Adanya kesalahan kaprah dalam memaknai brand di kalangan awam. Brand hanya diartikan secara sempit sebagai merek, logo, produk dan kemasan. Ternyata menurut Pak Bi, keempat hal tersebut merupakan tools (alat) untuk melakukan branding sebagai tangible asset sedangkan brand merupakan intangible asset.
Brand, lanjutnya, merupakan ikatan emosi antara produk kita dengan konsumen. Di mana titik kritisnya terletak pada seberapa kita bisa menciptakan nilai yang kontekstual. “Merek, kemasan, logo, produk, semua itu merupakan puncak gunung es yang ada di tengah samudera, sementara brand itu masih tersembunyi di dasar lautan,” tambahnya.
Dengan demikian adanya perbedaan antara branding, selling dan marketing. Branding itu bukan memperbanyak pembeli, tapi mengubah pembeli menjadi pelanggan setia. Satu orang membeli berkali-kali. Sedangkan selling itu memperbanyak pembeli. Fokus pada banyak orang yang beli walaupun hanya membeli satu kali saja. Sementara marketing itu memperbesar pangsa pasar. Tidak peduli satu orang membeli berkali-kali atau banyak orang membeli sekali.
Dua hal yang saling melengkapi antara brand dan produk menurut pria yang telah 47 tahun menggeluti dunia advertising ini bahwa produk akan memberikan manfaat fisik sedangkan brand akan memberikan manfaat emosional.
Kepiawaian Pak Bi dalam menjelaskan branding telah menyihir antusiasme perserta dalam mengikuti workshop yang dimulai dari jam 10.00 WIB ini menjadi sangat tinggi, ditambah dengan suasana lokasi pelatihan yang sejuk dan asri dengan pepohonan di sekitarnya.
Di era digital sekarang ini, pria kelahiran 1949 ini menyarankan agar banyak-banyak meninggalkan jejak digital di fasilitas social media seperti website, blog, facebook, dan lain sebagainya. “Untuk UKM lupakan masa lalu dengan memasang iklan di televisi, sekarang beralihlah ke digital internet, google atau social media lainnya,” himbaunya kepada peserta.
Menurut pak Bi, ada lima hal terkait Product Branding, yaitu :
- Benar bahwa brand mulai terjadi pada gigitan pertama, namun diperlukan lebih untuk membuat pelanggan melakukan repeat purchase
- Bagaimana kita membangun usaha untuk membuat konsumen loyal melalui interaksi positif pada pengalaman pertamanya sehingga membuat konsumen menjuluki kita sebagai ahlinya asal kita konsisten dengan kualitas produk kita, maka akan muncul kredibilitas dan loyalitas.
- Harus mampu mengaktivasi ikatan emosi pelanggan saat melihat atau mendengar merek, logo, produk, layanan, event.
- Harus mampu menciptakan personalitas produk yang sama dengan personalitas pelanggan.
- Tepat memilih pasar psycography/behavioristic melalui strategi DNA atau added value.
- Harus menemukan brand essence.
Pak Bi juga menjelaskan bagaimana branding bisa menembus otak kritis dan masuk ke otak bawah sadar konsumen. Branding, lanjutnya, suatu kegiatan komunikasi yang berusaha memasukkan brand Positioning lewat slogan yang mampu menembus otak kritis manusia dan langsung masuk ke otak bawah sadar atau subliminal. Karena, otak manusia itu terdiri dari tiga jenis otak yaitu Lizard, Mamal, dan Human.
Otak lizard ini memiliki sifat Fight atau Flight, bagian otak inilah yang pertama kali bereaksi atas suatu slogan. Ciri utama dari jenis otak ini adalah denial (penyangkalan); sedangkan otak Mammal merupakan jenis otak yang mengendalikan emosi, memori dan kebiasaan (habits). Jika kita mampu menstimulasi keinginan Limbic system ini kita akan mampu menembus penolakan Otak Lizard; sedangkan otak Human atau Neocortex. Otak ini menuntut alasan dan rasionalitas. Kita harus mampu memperkuat apa yang dibangkitkan lewat emosi dengan rasionalisasi maka otak akan menerima slogan yang mengingatkan akan brand.
“Ciptakanlah slogan yang mampu menembus otak kritis dan masuk ke dalam otak bawah sadar kita dan tinggal disitu untuk waktu yang sangat lama,” pungkasnya.
Workshop Bisa Bikin Brand yang menghadirkan praktisi branding Subiakto Priosoedarsono ini merupakan salah satu dari kegiatan komunitas Frozen food Indonesia yang secara regular dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kapasitas dan kapabilitas anggotanya untuk mampu bersaing dalam menghadapi MEA (masyarakat Ekonomi Asia Tenggara) yang sudah dimulai sejak awal januari tahun ini.
Herlymoenara.com