Proses fikoremediasi merupakan pemanfaatan alga untuk menghilangkan polutan dari lingkungan atau mengubahnya menjadi bentuk yang kurang beracun. Dalam cakupan yang lebih luas, fikoremediasi merupakan pemanfaatan mikro maupun makroalga untuk menghilangkan atau mentransformasi polutan, termasuk nutrien dan senobiotik dari limbah cair dan CO2 udara (Shamsuddoha et al., 2006). Namun penelitian tentang fikoremediasi lebih banyak dilakukan dengan mikroalga, sehingga ada kecenderungan penggunaan istilah fikoremediasi sebagai upaya pemanfaatan mikroalga sebagai biofilter dan bioindikator atau remediasi lingkungan (Soeprobowati & Hariyati, 2013a).
Mikroalga sangat adaptif dan mampu hidup secara autotrof, heterotrof atau miksotrof. Pada lingkungan alami, alga berperanan sangat penting dalam mengontrol konsentrasi logam di danau maupun laut. Hal ini berkaitan dengan kemampuannya dalam mendegradasi atau mengakumulasi logam berat toksik dan polutan organik seperti fenolik, hidrokarbon, pestisida, dan bipenil dari lingkungan dan mengakumulasinya, sehingga konsentrasi dalam alga lebih tinggi dari konsentrasi di polutan yang ada di lingkungan. Pengambilan logam oleh mikroalga dilakukan dalam 2 cara yaitu adsorpsi dan absorpsi. Adsorpsi merupakan metabolisme sel yang dilakukan secara bebas, secara fisik terjadi pada permukaan sel kemudian logam menuju sitoplasma (kemoadsorpsi). Absorpsi merupakan metabolisme sel yang tergantung pada pengambilan logam berat secara intraseluler. Pb, Cu, Cd, Co, Hg, Zn, Mg, Ni dan Ti berikatan dengan polifosfat alga dan berfungsi sebagai penyimpan dan detoksifikasi logam (Dwivedi, 2012). Proses sekuitrasi logam berat oleh mikroalga merupakan sumber multi fungsi polimer (Seufferheld dan Cuzi, 2010). Mikroalga juga mampu menghilangkan nitrogen dari air melalui proses 16 biosorpsi dan menyimapnnya sebagai biomassa. Ketika mikroalga mati, maka terdekomposisi dan melepaskan amonia atau ureum ke badan air dan dapat dianfaatakn sebagai sumber nitorgen lagi (Woodward, et al., 2009).
Secara umum, keuntungan pemanfaatan mikroalga sebagai biofilter dan bioindikator adalah:
- alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril, imadazol, sulfat, dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma;
- bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak;
- biaya operasional yang rendah;
- tidak perlu nutrisi tambahan.
Alga dapat dijadikan alternatif adsorben yang cukup potensial dalam rangka meminimalisasi pencemaran air yang disebabkan oleh logam berat. Selain itu, berkaitan dengan adsorpsi, alga memiliki dua karakteristik yang penting, yaitu secara struktural, alga memiliki sejumlah situs aktif pada dinding selnya (polisakarida dan protein, beberapa diantaranya mengandung gugus karboksil, sulfat, amino) yang dapat menjadi binding sites ion-ion logam. Selain itu, pada permukaan alga terdapat pori-pori yang memberikan peluang untuk terjadinya proses adsorpsi secara fisik (Susilawati, 2009). Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga. Adapun syarat utama suatu alga sebagai bioindikator adalah harus memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas akut maupun toksisitas kronis (Harris and Ramelow, 1990). -mikroalga sebagai biofilter dan bioindikator-
Mikroalga merupakan salah satu organisme akuatik yang memiliki kepekaan terhadap perubahan kandungan nutrien pada suatu perairan, sehingga dapat digolongkan sebagai bioindikator kualitas air. Kshirsagar (2013) menyatakan bahwa kelimpahan biomasa alga pada suatu badan air dipengaruhi oleh konsentrasi posfor dan nitrogen anorganik pada badan air tersebut. Lavoie, dkk. (2004) telah melakukan studi mengenai evaluasi pengaruh pencemaran aliran sungai Quebec (Kanada) yang disebabkan oleh kegiatan pertanian terhadap benthic alga sebagai bioindikator kualitas perairan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa periphyton dapat difungsikan sebagai bioindikator pada pengukuran kualitas air terintegrasi, yang selanjutnya dapat difungsikan sebagai strategi pemantauan kualitas psiko-kimia air.-mikroalga sebagai biofilter dan bioindikator
Reference:
Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Jakarta.
Chojnacka K., Chojnacka A., and Gorecka H.. 2005. Biosorption of Cr3+, Cd2+ and
Cu2+ ions by blue–green algae Spirulina sp.: kinetics, equilibrium and the
mechanism of the process, Chemosphere, 59:75-84.
http://dx.doi.org/10.1016/j.chemosphere.2004.10.005
Harris, P.O. dan Ramelow, G.J. 1990. Binding of Metal Ions by Particulate Biomass Derived from Chkorella Vulgaris and Scenedesmus Quadricauda. Environ. Sci. Technol., 24, 220-228.
Kshirsagar, Ayodhya D. 2013. Use of Alga as a Bioindicator to Determine Water Quality of River Mula from Pune City, Maharashtra (India). Universal Journal of Environmental Research and Technology Volume 3, Issue 1: 79-85. e-ISSN: 2249 0256.
Lavoie, I., Warwick F. C., Reinhard Pienitz and Jean Painchaud . 2004. Benthic Algae as Bioindicators of Agricultural Pollution in the Streams and Rivers of Southern Quebec (Canada). Aquatic Ecosystem Health & Management., 7(1):43-58. ISSN: 1463-4998 print / 1539-4077 online. DOI: 10.1080/14634980490281236.
Reynold, C. 2006. Ecology of phytoplankton. Cambrdige University Press. New York.
1 thought on “Pemanfaatan Mikroalga Sebagai Biofilter dan Bioindikator Lingkungan”